Bengkulu (2022), Nusa Tenggara Barat (2023), dan Makassar (2024), Festival
Komunitas Seni Media (FKSM 2025) diselenggarakan di Kompleks Gudang Pelabuhan PT
Pelindo, Cirebon pada 17-23 November 2025. Gelaran akbar yang bertajuk “Rentang Lawang” ini melibatkan banyak seniman, komunitas, dan pelajar dari Cirebon.
FKSM 2025 Cirebon menjadi
ruang pertemuan praktik seni lintas disiplin yang bersandar pada eksplorasi media dan
dialog komunitas. Festival ini akan menghadirkan pameran seni media, pertunjukan
silang-media, panggung senja (musik dan seni tradisi), tari, lokakarya, diskusi, layar
tancap, permainan tradisional, dan aktivasi komunitas.
FKSM 2025 Cirebon adalah program Kementerian Kebudayaan Republik
Indonesia, Direktorat Jenderal Pengembangan, Pemanfaatan, dan Pembinaan
Kebudayaan, yang menghadirkan seni media dan pertunjukan silang media. Dalam hal ini, Kementerian Kebudayaan bekerjasama dengan Dinas Kebudayaan Kota Cirebon dan PT Pelindo.
Cirebon dipilih sebagai tempat berlangsungnya FKSM 2025 karena sejarahnya
yang panjang sebagai kota yang sarat pertemuan. Secara geografis, Cirebon menjadi
titik silang wilayah Jawa Barat dan Jawa Tengah. Cirebon juga merupakan ruang pertemuan dan berkumpulnya bermacam budaya yang saling mempengaruhi. Di sana
gelombang pertemuan menautkan pedagang dan penyebar agama, budaya pesisir dan
spiritualitas, sampai lokalitas dan kosmopolitanisme. Di titik ini, Cirebon adalah pintu
terbuka bagi berbagai budaya manusia.
“Festival Komunitas Seni Media menjadi ruang penting bagi pertemuan gagasan,
praktik, dan keberagaman ekspresi dari berbagai daerah di Indonesia. Tahun ini,
dengan tema ‘Rentang Lawang’, kami ingin membuka pintu-pintu dialog lintas disiplin
dan lintas budaya yang tidak hanya menampilkan karya, tetapi juga memperkuat
jejaring komunitas serta memperluas akses masyarakat terhadap praktik seni media
kontemporer. Dan Cirebon adalah tempat
yang tepat untuk merayakan semangat keterhubungan dan kebudayaan yang terus
tumbuh itu,” tegas Ahmad Mahendra, Direktur Jenderal Pengembangan, Pemanfaatan, dan Pembinaan
Kebudayaan, Kementerian Kebudayaan Republik Indonesia.
Di tiap tahunnya, FKSM mengandalkan dialog bersama komunitas lokal untuk
menggali tema kuratorialnya. Sebab itu, Dewan Kurator memilih tajuk “Rentang
Lawang” menjadi tema kuratorial tahun ini. “Rentang Lawang” adalah portal imajiner
untuk melintasi sejarah Cirebon. “Lawang” disini tidak hanya hadir secara arsitektural, tetapi juga hadir sebagai portal konseptual: suatu medan ambang antara satu ruang
dan ruang lainnya, antara dunia material dengan dunia pengetahuan dan kebudayaan,
antara waktu lampau dan kemungkinan yang akan datang. Dengan ini, “Rentang
Lawang” menjadi simbol
transisi, transformasi, dan keterhubungan lintas dimensi kebudayaan Cirebon secara
spesifik.
“Melalui Festival Komunitas Seni Media, kami berupaya membangun dialog yang
berkelanjutan antara seniman, komunitas, dan masyarakat luas melalui praktik seni
media. FKSM 2025 di Cirebon menjadi forum pertemuan lintas pengetahuan dan lintas
budaya, di mana teknologi, estetika, dan kehidupan sehari-hari saling berkelindan.
Tajuk ‘Rentang Lawang’ kami maknai sebagai portal konseptual untuk menelusuri
berbagai simpul kebudayaan Cirebon, yang mempertemukan materialitas dan
spiritualitas, lokalitas dan kosmopolitanisme.”, tegas Yudi Ahmad Tajudin, Direktur
Festival Komunitas Seni Media 2025.
Sebagai “lawang”, karya-karya dalam FKSM 2025 Cirebon menghadirkan ruang
kemungkinan yang berkelindan di antara bermacam lawang. Baik dalam bentuk
realitas, tegangan arsip, sejarah, mitos dan lainnya melalui presentasi dan bentuk
komunikasi seni hari ini. Pendekatan penciptaan yang dilakukan seniman dalam tiap
pengkaryaan, juga menunjukkan sesuatu yang beragam. Mulai dari produksi, baik
kolektif maupun individu, maupun pelibatan warga.
Dewan Kurator Festival Komunitas Seni Media 2025 Cirebon yaitu: Bob Edrian,
Ignatia Nilu, Izhar Fathurrohim Wijaya, Mega Nur, Shohifur Ridho’i, dan Christine Toelle.
Tajuk “Rentang Lawang” diterjemahkan melalui 20 karya eksperimentasi seni media
yang diisi oleh 8 karya individual, 9 karya kolaborasi, dan 3 karya kolektif. Keseluruhan
partisipan mewakili sebaran daerah dari Jawa Barat sampai Bukittinggi.
Seniman-seniman tersebut adalah Angelissa Melissa (Depok), Arum Dayu
(Bandung), Azizah Diah Aprilya (Makassar), Ghufron (Pasuruan), Komunitas Api-Api
(Bukittinggi), Tromarama (Bandung-Jakarta), Situasionist Under-Record (Samarinda-Yogyakarta-Cirebon), Rully Shabara (Palu/Yogyakarta), Perempuan
Komponis x Paul Kiram (Padang Panjang), Made Casta (Cirebon) x Hafiz Maha
(Jakarta), Iftikhar Ahmad Rajiwe (Sulawesi/Cirebon), Jompet Kuswidananto
(Yogyakarta) x Wibowo (Yogyakarta) x Ikbal Lubys (Yogyakarta), Toyol Dolanan Nuklir
(Sidoarjo), Irene Agrivina (Yogyakarta), Radi Arwinda (Bandung) x Ramdan Kurnia
(Bandung/Cirebon), dan Ozy Sabbit (Cirebon) x Ade Bedul (Cirebon) x Sembilan
Matahari (Bandung) x Tri Novitasari (Indramayu.
Selanjutnya ada juga kolaborasi seniman-seniman Cirebon dan Kuningan: Ellsa
Berlandha, Farida Mahri, Hadi Purnomo, Taufik, Adam Sudewo, Bella Meilida Amaliyah,
Farihin Niskala, Nurjaji, Raisja Dermawan, Ivan Ardhi Permana, Krisna Sahwono, Melva
Prietta, Nurhasanah Sawil, Wasnadi, Maulana Prasaja, Muhammad Rizki Mubarrak,
Nurkamal Siddiq, Regita Ayu, dan Tiray Reynita Fetri.
